Landsarchief (1892)
Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini,
secara de facto sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah
Hindia Belanda mendirikan Landarchief. Pada tanggal tersebut dikukuhkan
pula jabatan landarchivaris yang bertanggungjawab memelihara arsip-arsip
pada masa VOC hingga masa pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan
administrasi dan ilmu pengetahuan, serta membantu kelancaran
pelaksanaan pemerintahan. Adapun landarchivaris pertama adalah Mr. Jacob
Anne van der Chijs yang berlangsung hingga tahun 1905. Pengganti Mr.
Jacob Anne van der Chijs adalah Dr. F. de Haan 1905 - 1992 yang hasil
karya-karyanya banyak dipakai sebagai referensi bagi ahli-ahli sejarah
Indonesia. Pengganti de Haan adalah E.C. Godee Molsbergen, yang menjabat
dari tahun 1922 -1937. Pejabat Landsarchivaris yang terakhir pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda adalah Dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven
dari 1937 - 1942.
Pada masa
pergerakan nasionalisme kebangsaan di Indonesia, terutama pada tahun
1926-1929, Pemerintah Hindia Belanda berusaha menangkis dan menolak
tuntutan Indonesia Merdeka. Dalam rangka penolakan tersebut, Lansarchief
mendapat tugas khusus, yaitu: ikut serta secara aktif dalam pekerjaan
ilmiah untuk penulisan sejarah Hindia Belanda, serta mengawasi dan
mengamankan peninggalan-peninggalan orang Belanda. Pada tahun 1940-1942
pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Arschief Ordonantie yang bertujuan
menjamin keselamatan arsip-arsip pemerintah Hindia Belanda, yang isinya
antara lain :
1. Semua arsip-arsip pemerintah adalah hak milik tunggal pemerintah;
2. Batas arsip baru adalah 40 tahun;
3. Arsip-arsip yang melampaui masa usia 40 tahun diperlakukan secara khusus menurut peraturan-peraturan tertentu diserahkan kepada Algemeen Landarchief di Batavia (Jakarta)
2. Batas arsip baru adalah 40 tahun;
3. Arsip-arsip yang melampaui masa usia 40 tahun diperlakukan secara khusus menurut peraturan-peraturan tertentu diserahkan kepada Algemeen Landarchief di Batavia (Jakarta)
Kobunsjokan (1942 - 1945)
Masa pendudukan Jepang merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan,
karena pada masa itu hampir tidak mewariskan peninggalan arsip. Oleh
karena itu, Arsip Nasional RI tidak memiliki khasanah arsip pada masa
pendudukan Jepang. Lembaga Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda
bernama Landarchief, pada masa pendudukan Jepang berganti dengan istilah
Kobunsjokan yang ditempatkan dibawah Bunkyokyoku. Sebagaimana
pegawai-pegawai Belanda lainnya, sebagian pegawai Landarchief pun
dimasukkan kamp tawanan Jepang. Meskipun demikian, pada masa tersebut
posisi Landarchief sangat penting bagi orang-orang Belanda yang ingin
mendapatkan keterangan asal-usul keturunannya. Keterangan dari arsip
tersebut diperlukan untuk membebaskan diri dari tawanan Jepang, jika
mereka dapat menunjukkan bukti turunan orang Indonesia meski bukan dari
hasil pernikahan.
Arsip Negeri (1945 - 1947)
Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak
diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Namun demikian
tidak dipungkiri, bahwa keberadaan dan perkembangan Arsip Nasional RI
merupakan hasil dari pengalaman kegiatan dan organisasi kearsipan pada
masa pemerintah Kolonial Belanda (landarchief) dan produk-produk
kearsipannya. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, lembaga kearsipan
(landarchief) diambil oleh pemerintah RI dan ditempatkan dalam
lingkungan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, dan diberi
nama Arsip Negeri. Keberadaan Arsip Negeri ini berlangsung sampai
pertengahan tahun 1947 ketika pemerintah NICA datang ke Indonesia.
Landsarchief (1947 - 1949)
Sejak Belanda melancarkan agresi militer yang pertama dan berhasil
menduduki wilayah Indonesia di tahun 1947, keberadaan Arsip Negeri
diambil alih kembali oleh pemerintah Belanda. Nama Lembaga Arsip Negeri
berganti lagi menjadi Landsarchief kembali. Sebagai pimpinan
Landsarchief adalah Prof.W. Ph. Coolhaas yang menjabat hingga
berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakuinya kedaulatan
Pemerintah Republik Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949.
Setelah itu lembaga kearsipan kembali ketangan Pemerintah Republik
Indonesia.
Arsip Negara (1950-1959)
Setelah Konferensi Meja Bundar tanggal 27 Desember1949, Pemerintah
Belanda melaksanakan pengembalian kedaulatan kepada Pemerintah Republik
Indonesia, termasuk pengembalian lembaga-lembaga pemerintah.
Sebagaimana tahun1945-1947, landsarchief ditempatkan kembali di bawah
Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Pada masa
pengambilalihan Landsarchief oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat,
masih diusahakan konsepsi asli tentang statusnya sebagai Arsip Negeri
RIS. Hal tersebut dimaksudkan agar arsip-arsip pemerintah pusat dapat
disalurkan ke Arsip Negeri RIS. Namun demikian konsep Arsip Negeri itu
tidak bertahan lama. Pada tanggal 26 April 1950 melalui SK Menteri PP
dan K nomor 9052/B, nama Arsip Negeri berubah menjadi Arsip Negara RIS.
Sedangkan sebagai pimpinan lembaga Arsip Negara tersebut adalah Prof.
R. Soekanto. Prof. R. Soekanto merupakan orang asli Indonesia yang
pertama kalinya memimpin lembaga kearsipan Indonesia. Kepemimpinan Prof.
R. Soekanto berlangsung selama enam tahun hingga tahun 1957. Sebagai
penggantinya adalah Drs. R. Mohammad Ali, seorang sejarawan yang menulis
buku Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Pergantian ini merupakan awal
perubahan dasar dalam kepemimpinan di Arsip Negara, karena untuk pertama
kalinya istilah Kepala Arsip Negara dipakai untuk jabatan tersebut.
Nama Arsip Negara secara resmi dipakai hingga tahun 1959.
Arsip Nasional (1959-1967)
Arsip Nasional dibawah Kementerian PP dan K
Pada masa kepemimpinan Drs. R. Mohammad Ali diupayakan berbagai usaha
untuk meningkatkan peran dan status lembaga Arsip Negara. Langkah
pertama yang diambil adalah memasukkan Arsip Nagara dalam Lembaga
Sejarah pada Kementerian PP dan K. Perubahan itu ditetapkan melalui
Surat Keputusan Menteri nomor 130433/5, tanggal 24 Desember 1957.
Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor69626/a/s nama Arsip Negara
berganti menjadi Arsip Nasional. Perubahan ini berlaku surut semenjak 1
Januari 1959.
Arsip Nasional dibawah Kementerian Pertama RI (1961-1962)
Perubahan kelembagaan Arsip Nasional tidak berhenti sampai disitu.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 215 tanggal 16 Mei 1961,
penyelenggaraan segala urusan Arsip Nasional dipindahkan ke Kementerian
Pertama RI, termasuk wewenang, tugas dan kewajiban, perlengkapan
materiil dan personalia, serta hak-hak dan kewajiban keuangan dan
lain-lain. Tugas dan Fungsi Arsip Nasional mengalami perluasan, sejak
keluarnya Peraturan Presiden nomor 19 tanggal 26 Desember 1961 tentang
Pokok-pokok Kearsipan Nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut,
tugas dan fungsi arsip Nasional tidak hanya menyelenggarakan kearsipan
statis saja, akan tetapi juga terlibat dalam penyelenggaraan kearsipan
baru (dinamis).
Arsip Nasional dibawah Menteri Pertama Bidang Khusus. (1963-1964)
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.188 tahun 1962, Arsip Nasional RI
ditempatkan di bawah Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus. Penempatan
Arsip Nasional di Bidang Khusus dimaksudkan supaya arsip lebih
diperhatikan, karena bidang ini khusus diperuntukkan bagi tujuan
penelitian sejarah.
Arsip Nasional dibawah Menko Hubra (1963-1966)
Pada tahun 1964 nama Kementerian Pertama Bidang Khusus berganti
menjadi Kementerian Kompartimen Hubungan dengan Rakyat (Menko Hubra).
Perubahan tersebut disesuaikan dengan tugas dan fungsinya dalam
mengkoordinasi kementerian-kementerian negara. Dengan bergantinya nama
kementerian tersebut, otomatis Arsip Nasional berada di bawah
kementerian yang baru tersebut. Dibawah kementerian ini, Arsip Nasional
mendapat tugas untuk melakukan pembinaan arsip. Namun demikian,
perubahan tersebut tidak mempengaruhi tugas dan fungsiArsip Nasional
sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden No.19 tahun1961.
Arsip Nasional dibawah Wakil Perdana Menteri Bidang Lembaga-lembaga Politik (1966-1967)
Berdasarkan Keputusan Wakil Perdana Menteri No.08/WPM/BLLP/KPT/1966,
Arsip Nasional ditempatkan di bawah Waperdam RI bidang Lembaga-lembaga
Politik. Namun secara fungsional, Arsip Nasional tetap memusatkan
kegiatan-kegiatan ilmiah dan kesejarahan.
Arsip Nasional Republik Indonesia (1967 - sekarang)
Tahun
1967 merupakan suatu periode yang sangat penting bagi Arsip Nasional,
karena berdasarkan Keputusan Presiden 228/1967 tanggal 2 Desember1967,
Arsip Nasional ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sementara anggaran
pembelanjaannya dibebankan kepada anggaran Sekretariat Negara.
Penetapan Arsip Nasional sebgai Lembaga Pemerintah Non Departemen
diperkuat melalui Surat Pimpinan MPRS No. A.9/1/24/MPRS/1967 yang
menegaskan, bahwa Arsip Nasional sebagai aparat teknis pemerintah tidak
bertentangan dengan UUD 1945, bahkan merupakan penyempurnaan pekerjaan
di bawah Presidium Kabinet. Dengan status baru tersebut, maka pada tahun
1968 Arsip Nasional berusaha menyusun pengajuan sebagai berikut;
- Mengajukan usulan perubahan Arsip Nasional menjadi Arsip Nasional RI;
- Mengajukan usulan perubahan Prps No.19/1961 menjadi Undang-undang tentang Pokok-pokok Kearsipan.
Usulan-usulan tersebut hingga masa berakhirnya kepemimpinan Drs.R.
Mohammad Ali (1970) belum terlaksana. Oleh karena itu Dra. Sumartini,
wanita pertama yang menjabat sebagai kepala Arsip Nasional, berjuang
untuk melanjutkan cita-cita pemimpin sebelumnya. Atas usaha-usaha
beliau, serta atas dukungan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, SH,
cita-cita dalam memajukan Arsip Nasional tercapai dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1971, yang kemudian dikenal dengan
Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan. Tiga tahun
kemudian, berdasarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974 secara tegas
menyatakan, bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip Nasional Republik
Indonesia yang berkedudukan di Ibukota RI dan langsung bertanggungjawab
kepada Presiden. Dengan keputusan tersebut, maka secara yuridis Arsip
Nasional RI sah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Kebijakan ke arah pemikiran untuk penyempurnaan tugas dan fungsi Arsip
Nasional RI diwujudkan pada masa kepemimpinan DR. Noerhadi Magetsari,
yang menggantikan Dra. Soemartini sebagai kepala Arsip Nasional tahun
1991 hingga tahun 1998. Pada masa kepemimpinan beliau terjadi perubahan
struktur organisasi yang baru dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden
RI nomor 92 tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Arsip Nasional RI. Berdasarkan Keppres
tersebut Arsip Nasional RI disingkat dengan ANRI. Perubahan yang cukup
mencolok adalah pengembangan struktur organisasi dengan adanya Deputi
Pembinaan dan Deputi Konservasi, Pembentukan Unit Pelaksana Teknis dan
penggunaan istilah untuk Perwakilan Arsip Nasional RI di Daerah TK I
menjadi Arsip Nasional Wilayah. Seiring dengan pengembangan struktur
organisasi tersebut, beliau juga mengembangkan SDM di bidang kearsipan;
yakni merekrut pegawai baru sebagai arsiparis. Oleh karena itu, pada
masa tersebut jumlah arsiparis di ANRI meningkat drastis. Puncaknya
adalah tahun 1995-1996, dimana jumlah arsiparis di ANRI Pusat mencapai
137 orang. Kepemimpinan Dr. Noerhadi Magetsarisebagai kepala Arsip
NasionalRI berlangsung hingga tahun 1998. Sebagai penggantinya adalah
DR. Moekhlis Paeni (mantan Deputi Konservasi ANRI dan mantan Kepala ANRI
Wilayah Ujung Pandang).
Pada masa
kepemimpinan DR. Moekhlis Paeni, beliau melanjutkan kebijakan
kepemimpinan sebelumnya. Dalam rangka meningkatkan wujud sistem
kearsipan nasional yang handal, beliau mencanangkan visi ANRI, yakni
menjadikan arsip sebagai simpul pemersatu bangsa. Seiring dengan
perkembangan politik dan pemerintahan di era reformasi, serta dalam
rangka efektivitas dan efisiens, maka Presiden melalui Keputusan
Presiden nomor 17 Tahun 2001 mengatur kedudukan, tugas dan fungsi,
susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Pemerintah Non Departeman.
Sehubungan dengan hal tersebut, struktur organisasi ANRI pun disesuaikan
dengan Keputusan Presiden tersebut.
Sejak dilantiknya Drs. Oman Syahroni, M.Si. Tanggal 3 Juni 2003,
melalui Keputusan Presiden Nomor 74/M/2003, Menggantikan DR. Mukhlis
Paeni, Arsip Nasional Republik Indonesia mengembangkan Program Sistem
Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SiPATI)
yaitu aplikasi pengelolaan arsip dinamis secara elektronik sesuai dengan
trend perkembangan globalisasi informasi dimana hampir seluruh unit di
kantor Pemerintah maupun Swasta telah menggunakan perangkat komputer.
SiPATI ini telah di aplikasikan dibeberapa instansi Pemerintah Pusat.
Pada tanggal 6 Juli 2004 Drs. Djoko Utomo, MA dilantik menjadi Kepala
Arsip Nasional Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor87/M/2004, tanggal 21 Juni 2004. Dalam masa kepemimpinannya Djoko
Utomo, sebagai Kepala ANRI yang dibesarkan di lingkungan ANRI berusaha
mewujudkan Visi dan Misi ANRI dengan berbagai program yang benar-benar
disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan kebutuhan yang ada di
lingkungan ANRI. Gedung layanan Publik yang berada paling depan yang
merupakan ujung tombak layanan masyarakat direnovasi sedemikian rupa
sehingga menimbulkan kenyamanan bagi pengunjung yang datang. Kerjasama
Nasional dan Internasional digiatkan dalam rangka memajukan dunia
kearsipan termasuk kerjasama dalam rangka pengiriman pegawai ANRI untuk
belajar di luar negeri.
Apa yang
dilakukan sebelumnya, juga di lanjutkan kepala ANRI selanjutnya yaitu
H.M. Asichin,SH,M.Hum. yang mengembangkan kerja sama bukan hanya dengan
institusi di dalam negeri melainkan juga lembaga kearsipan di luar
negeri. Selain itu, di bentuk juga Balai Arsip Tsunami Aceh di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Di samping itu, untuk pelaksanaan
undang-undang nomor 43 tahun 2009 terbit peraturan pemerintah nomor 28
tahun 2012 yang memperjelas fungsi dan peran ANRI. Berdasarkan PP
tersebut, dilakukan pembinaan arsiparis yang ada di instansi pemerintah,
TNI/POLRI,BUMN/BUMD dan perguruan tinggi.
Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tidak hanya dilakukan di luar negeri
saja, tetapi dilakukan juga di ANRI yaitu dengan memberikan
kursus-kursus yang dapat meningkatkan pengetahuan pegawai sehinggabisa
memberikan pengabdian terbaik kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan
fungsi ANRI. Pengolahan dan pemeliharaan arsip-arsip statis tetap
dilaksanakan dan ditingkatkan sambil terus mendorong dilaksanakannya
program-program lain seperti program Citra Daerah, Citra Nusantara
maupun program lainnya seperti program Sistem Informasi Jaringan
Kearsipan Nasional. Syiar lembaga ANRI dan kearsipan pun terus dilakukan
terutama melalui media, baik cetak maupun elektronik. Dengan demikian
diharapkan masyarakat mengetahui tugas dan fungsi ANRI yang pada
akhirnya nanti akan menimbulkan kesadaran masyarakat untuk memelihara
arsip nya.
Pimpinan Arsip Nasional RI dari Masa ke Masa
- DR. R. Soekanto (1951 - 1957)
- Drs. R. Mohammad Ali (1957 - 1970)
- Dra. Soemartini (1971 - 1992)
- DR. Noerhadi Magetsari (1992 - 1998)
- DR. Mukhlis Paeni (1998 - 2003)
- Drs. Oman Sachroni, M.Si. (2003 - 2004)
- Drs. Djoko Utomo, MA (2004 - 2009)
- M. Asichin, S.H., M.Hum (2010 - 2013)
- Dr. Mustari Irawan, MPA (2013 - Sekarang)
Sumber : ANRI
2017