KAPTEN PATTIMURA yang bernama asli Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku pada 8 Juni 1783. Ayahnya adalah seorang nelayan yang bernama Frans Matulessy, sedangkan ibunya bernama Fransina Silahoi. Bersama saudara kandungnya bernama Johannes Matulessy, Thomas kecil hidup seperti layaknya ratusan anak-anak Haria, Porto.
Nama Pattimura diberikan kepada Thomas Matulessy karena ia adalah pejuang atau pemimpin pertama yang muncul di Indonesia bagian timur yang menentang kembalinya penjajahan Belanda di Nusantara.
Penjajahan negara-negara Eropa ke Maluku telah terjadi sejak 1512 oleh bangsa Portugis. Kepulauan yang kaya akan rempah-rempah ini sudah dikenal di dunia internasional sejak dahulu kala. Awal abad ke-7, pelaut dari daratan Cina sering mendatangi Maluku untuk mencari rempah-rempah. Namun, mereka sengaja merahasikannya untuk mencegah datangnya bangsa lain ke Maluku.
Pada abad ke-9, pedagang Arab berhasil menemukan Maluku setelah menjelajahi Samudra Hindia. Awal abad ke-14, kerajaan Majapahit menguasai seluruh wilayah Laut Asia Tenggara.
Pada waktu itu, para pedagang dari Jawa memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Rempah-rempah adalah sejenis bumbu-bumbuan berupa lada, pala, bunga pala, cengkeh, dan kayu manis. Rempah-rempah banyak manfaat dan kegunaannya. Bisa untuk campuran obat, campuran alat kecantikan, dan untuk campuran makanan sebagai bahan penyedap.
Ketika mendarat di Maluku, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, Negeri Hitu Lama, dan Mamala di Pulau Ambon. Namun, hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama kristen.
Orang yang melakukan penyebaran agama Kristen (Katholik Roma) disebut misionaris. Francos Xavier adalah seorang misionaris terkenal yang tiba di Ambon 14 Pebruari 1546. Tanpa kenal lelah ia melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Penyusun : Sherly
Persahabatan yang telah terjalin antara Portugis dan Ternate akhirnya berakhir pada Tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon. Ketika hubungan Portugis di Maluku sedang dalam keadaan tidak baik, Belanda memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menduduki Maluku.
“Ini adalah kesempatan yang baik bagi kita untuk menguasai Maluku,’’ kata pembesar Belanda kepada pegawainya. ‘’Hubungan Portugis di Maluku sedang tidak baik,’’ katanya lagi.
‘’Kita serang Portugis yang sedang dalam keadaan kacau,’’ kata salah satu pegawai Belanda yang mengikuti rapat.
‘’Dari segala penjuru!’’ kata salah satu pegawai lainnya. ‘’Kemenangan!’’ kata saah satu staf lainnya dan diikuti oleh semuanya sambil mengangkat gelas minuman. Mereka tertawa penuh kebahagiaan.
Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon dan di Tidore. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo dan Pulau Seram. Sejak saat itu, Belanda berhasil menguasai sebagaian besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada Tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku selama hampir 350 tahun.
Thomas Matulessy hidup di massa penjajahan Belanda. Pulau Saparua, tempat tinggal Thomas adalah pulau terpadat penduduknya, dengan tanah paling subur bagi tanaman cengkih. Belanda yang menguasai tempat tersebut membawa rempah-rempah ke negerinya dengan menggunakan kapal laut. Di sana, rempah-rempah dijual dengan harga yang mahal. Belanda memperoleh banyak untung.
Kebencian rakyat Maluku kepada Belanda dan pegawai-pegawainya makin meningkat karena mereka hanya mengambil kekayaan alam dari kawasan itu. Sedangkan rakyat Maluku dipaksa untuk melakukan kerja rodi. Mereka harus bekerja dengan keadaan badan yang kurang baik dan asupan makanan yang sangat sedikit. Apabila ada pekerja yang sakit dan lemah akan dianggap malas dan mereka akan dihukum.
‘’ayo, kembali bekerja!’’ kata serdadu Belanda yang sedang berpatroli. ‘’jangan malas-malas!’’ kata serdadu lainnya sambil mencambuk-cambuk tanah.
Sedangkan rakyat yang tidak disuruh kerja rodi diwajibkan menjadi serdadu Belanda dan harus patuh pada perintah mereka. Para serdadu ditugaskan untuk menangkap atau melukai sesama rakyat Maluku jika mereka dianggap membangkang. Para serdadu pun wajib membela kekuasaan penjajah.
Kekejaman Belanda semakin bertambah dengan mengeluarkan peraturan yang sangat membebani rakyat Maluku. Belanda mengeluarkan peraturan khusus mengenai orambai, yaitu perahu khas Maluku. Bunyi peraturannya adalah ‘’Rakyat harus menyerahkan orambai-orambai mereka jika diperlukan Belanda’’.
Kebencian rakyat Maluku pun makin menyala-nyala terhadap Belanda. Bagi rakyat Maluku, orambai sangatlah berarti, karena sebagian besar daerah Maluku adalah lautan dan mata pencaharian rakyat Maluku adalah sebagai nelayan. Keluarga Matulessy termasuk salah satu keluarga yang anti-Belanda.
Bersambung
Sumber :
Sumber Informasi
Buku
Deddy Arman. 1983. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: PT Garuda Metropolitan Press.
Hardjana. HP,. Tt. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: Grasindo
Y. B. Sudarmanto. 1996. Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo
2001. Ensiklopedi Anak Nusantara
Internet
htpp://mycityblogging.com/ambon/2008/07/09/menyusuri-sejarah-maluku/
Penyusun : Sherly
Proofreader : Meidi F.
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Cetakan 1, April 2010
Diterbitkan oleh Penerbit Bee Media Indonesia
Jln. Kebon Nanas Selatan VII No. 40 Jakarta 13340
Telefaks (021) 8516386
e-mail : bee_media@yahoo.com
ilustrasi isi & sampul : M. Isnaeni, dkk.
Layouter : Ujang Dodi
Desain sampul : BMKreatif
No comments:
Post a Comment