Sambungan .......komandan benteng Duurstede untuk meminta pertolongan.
Dua belas pasukan bersenjata lengkap yang diminta oleh Van de Berg berangkat meninggalkan benteng. Menurut perhitunganya, jumlah itu sudah cukup untuk menakut-nakuti rakyat. Namun, perhitungannya meleset. Baru saja pasukan penyelamat keluar benteng. Pasukan Pattimura menyambut mereka dengan hujanan peluru dan pertempuran sengit pun terjadi. Kekalahan terjadi di pihak Belanda.
Dua belas pasukan bersenjata lengkap yang diminta oleh Van de Berg berangkat meninggalkan benteng. Menurut perhitunganya, jumlah itu sudah cukup untuk menakut-nakuti rakyat. Namun, perhitungannya meleset. Baru saja pasukan penyelamat keluar benteng. Pasukan Pattimura menyambut mereka dengan hujanan peluru dan pertempuran sengit pun terjadi. Kekalahan terjadi di pihak Belanda.
Saat itu juga. Pimpinan benteng menilai situasi sudah cukup gawat. Residen yang merupakan salah satu lambang kekuasaan Belanda harus segera diselamatkan. Namun, benteng yang merupakan lambang kekuasaan penjajah harus tetap dijaga. Setelah diperhitungkan dengan matang, pasukan penyelamat dipersiapkan kembali. Jumlahnya menjadi dua lusin dengan dipersenjatai lengkap.
Namun, ketika mereka mendekati gerbang Porto mereka disambut dengan hujanan tembakan, serangan tiba-tiba oleh pasukan Pattimura membuat mereka panik dan mundur.
Di dalam benteng, nasib Van de Berg benar-benar terancam. Ia hanya bisa mengharap wibawa sang guru agama. Karena pada saat itu seorang guru agama sangat dihormati masyarakat. Sedangkan Raja Porto dan Haria sudah kehilangan wibawanya karena mereka tidak berpihak kepada rakyat dalam masalah penyitaan orambai-orambai.
Guru agama berhasil mengadakan pembicaraan khusus dengan Pattimura. Pembicaraan yang bersifat musyawarah itu dapat menyelamatkan nyawa Van de Berg dengan Jaminan bahwa Van de Berg dapat kembali ke Saparua dengan selamat. Sebagai seorang satria, Pattimura membuktikan jaminan itu.
‘’Silahkan Anda kembali ke benteng Anda. Akan saya jamin keselamatan Anda sampai tujuan.’’ Pattimura berbicara tegas kepada Van de Berg.
‘’Maluku! Ingat pesan saya dan sampaikan kepada yang lain.’’ Pattimura berbicara didepan pengikutnya. ‘’Residen Van de Berg akan kembali ke benteng Duurstede dengan selamat! Ingat itu!’’
Sehari setelah pembebasan Van de Berg, rakyat Maluku telah sepakat untuk menghancurkan benteng Duurstede di Saparua. Benteng yang merupakan lambang kekuasaan Belanda harus diratakan dengan tanah.
Pattimura yang diberi tugas untuk memimpin serangan ke Benteng Duurstede, segera menyusun rencana penyerbuan bersama tokoh-tokoh dalam pasukannya, seperti Said Perintah, Anthoni Rebhok yang berdarah Indo Belanda, dan Philip Latumahina. Selain strategi perang yang matang, mata-mata juga dikirim ke benteng Duurstede. Tugas mata-mata ini diberikan kepada Anthoni Rebhok dan Philip Latumahina. Mereka berdua berpura-pura berpihak kepada Belanda dan memberikan informasi mengenai penyerbuan benteng Duurstede oleh pasukan Pattimura.
Selain itu juga, mereka ditugskan untuk meyelidiki sistem pertahanan di dalam benteng. Setelah informasi diberikan kepada Belanda dan mendapatkan informasi mengenai keadaan benteng, Rebhok segera meninggalkan benteng, sedangkan Latumahina tetap berada di dalam benteng untuk mempersiapkan penyerangan dari dalam benteng atau sabotase.
Pada tanggal 16 Mei 1817, para pejuang Maluku melakukan serbuan ke benteng Duurstede yang sudah dipersiapkan pertahanannya. Para pejuang Maluku memasang tangga-tangga disekeliling benteng. Dengan gagah berani mereka memanjat tembok benteng yang tinggi. Serangan dari segala penjuru membuat pihak Belanda panik. Dari dalam benteng sendiri, suasana sudah kacau. Aksi sabotase Latumahina berhasil dilakukan.
Van de Berg yang berada dalam keadaan binggung mengibarkan bendera putih yang artinya menyerah. Namun, Pattimura dan pasukannya sudah tidak percaya akan siasat liciknya dan Belanda.
Perang sudah dimulai. Rakyat Maluku sudah tidak ada tawar menawar. Pasukan Pattimura tetap terus menyerbu masuk. Pertarungan satu lawan satu sudah tidak dapat dihindarkan. Darah sudah berceceran dimana-mana, bau amis sudah bercampur dengan bau mesiu. Pekik komando sudah berbaur denga jeritan kesakitan dan kematian.
Setelah beberapa waktu berlalu, suasana menjadi sunyi. Pertempuran telah selesai. Benteng Duurstede dapat direbut oleh pasukan Pattimura. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Semua penghuni benteng Duurstede dibunuh. Residen Van de Berg beserta keluarga juga ikut terbunuh.
Belanda yang melihat benteng Duurstede diduduki oleh Pattimura dan rakyat Maluku tidak tinggal diam dan tetap berusaha untuk merebut benteng. Pasukan-pasukan Belanda banyak yang didatangkan. Namun, nasib mereka tidaklah bagus.
Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Beetjes tiba di Saparua pada 20 Mei. Mayor Beetjes yang masuk lewat sungai Waisisil, langsung disambut dengan peluru pejuang Maluku. Mayor Beetjes pun tewas. Selama tiga bulan benteng Duurstede berhasil dikuasai pasukan Kapiten Pattimura.
Peperangan di saparua segera menjalar ke daerah lain, seperti Ambon, Haruku, dan Nusalaut. Rakyat membentuk pasukan pemberontak untuk melawan Belanda. Setiap pulau mempunyai pemimpin perang masing-masing. Dalam perjuangannya, Pattimura tidak memandang perbedaan, tetapi saling bahu membahu.
Sebagai pemimpin ia berhasil mengatur Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan, dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam memimpin diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda, ia juga menggalang persatuan dengan kerjaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa.
Setelah mengalahkan musuh-musuhnya. Kapiten Pattimura segera menuju Hulailu, pantai Timur Pulau Haruku. Pattimura mendesak rakyat Haruku untuk menyerbu benteng Zeelandia. Desakan Pattimura terhadap rakyat Haruku berhasil. Pada 30 Mei, rakyat Haruku menyerang benteng, tetapi benteng tidak dapat direbut.
Pattimura bersama rakyat Haruku melakukan serangan kedua pada 2 Juni. Serangan itu kembali gagal. Serangan itu telah diketahui oleh Belanda yang telah meminta bantuan dari militer Belanda di Ambon. Serangan dilakukan kembali pada 10 dan 14 Juni dengan hasil yang sama.
Di pulau Ambon, pertempuran dipimpin oleh Ulupaha untuk merebut benteng Victoria. Ulupaha memberikan komando dan mengatur siasat perang dari atas tandu. Taktik-taktik Ulupaha dapat membuat Belanda kerepotan.
Di pulau Nusalaut pemberontakan dipimpin oleh Kapiten Paulus Tiahahu didampingi oleh putrinya, Kristina Martha Tiahahu. Benteng yang diperebutkan adalah benteng Beverwijk.
Pulau Saparua oleh Belanda dianggap sebagai pusat kedudukan pemberontakan Pattimura. Maka dari itu, Belanda selalu mengirim bala bantuan serdadu kesana. Pengiriman serdadu atau tentara disebut sebagai ekspedisi.
Ekspedisi pertama terjadi pada 25 Juni. Tujuannya untuk melemahkan kekuatan pemberontakan dengan cara menguasai wilayah-wilayah disekitar Saparua. Dilanjutkan dengan ekspedisi kedua pada 9 Juli dengan sasaran Hatawano, daerah pantai timur laut Pulau Saparua.
Akan tetapi, kedua ekspedisi yang dilakukan oleh Belanda mengalami kegagalan karena rakyat Maluku tidak menunjukkan rasa takut, tetapi malah menatang. Karena kegagalan itu, akhirnya Belanda merubah siasat, yaitu dengan jalan perundingan.
Bendera putih dikibarkan dari kapal Belanda. Kemudian Belanda mengutus Letnan Ellinghujsen dan Letnan Christiansen untuk mengadakan perundingan.
Dalam perundingan itu, kepala kampung Hatawao mengusulkan jika ingin berunding, lakukan perundingan itu dengan pemimpin tertinggi mereka, yaitu Kapiten Pattimura.
Belanda yang mendengar perkataan kepala kampung Hatawano menyangka Pasukan Pattimura akan menjebak mereka dan menangkap para petinggi Belanda. Keadaan menjadi tegang kembali dan kontak senjata kembali terjadi.
Sementara itu, pasukan Letnan Kolonel Groot berlayar menuju pantai dekat Saparua, tetapi usahanya masih belum berhasil. Benteng Duurstede masih tetap di bawah kepemimpinan Kapiten Pattimura. Bantuan pasukan Mayor Meyer yang kejam tidak juga membawa hasil yang baik bagi Belanda.
Kegagalan demi kegagalan telah Belanda dapatkan, tetapi Belanda masih belum putus asa. Seluruh kekuatan digunakan untuk menggempur pasukan Pattimura dari segala penjuru dan dengan segala cara.
Akhirnya, Belanda menurukan perwira tertinggi untuk menghadapi Pattimura. Perwira tertinggi itu adalah Laksamana Muda Laut Buyskes. Buyskes langsung mengatur rencananya. Ia yakin, bahwa ia akan berhasil merebut benteng Duurstede dengan mudah. Bahkan, ia yakin Saparua akan ia taklukan.
Keyakinannya berdasarkan perhitungan-perhitungan di atas kertas. Pertama, ia yakin menang karena pangkat ia dan Pattimura sangat jauh. Pangkatnya lebih tinggi dari Pattimura yang hanya bekas sersan mayor. Dengann begitu, ia merasa yakin taktik yang akan digunakannya untuk merebut kembali benteng Duurstede akan jauh lebih hebat dan berhasil. Kedua, persenjataan mereka lebih kuat dan modern daripada milik rakyat.
Pada 1 Agustus 1817, sebelum mendekati pantai Saparua, Buyskes memerintahkan penembak meriam untk menembak pantai dari kapal. Meriam-meriam berukuran besar berdentum menghantam pantai. Tujuan dari penembakan ini adalah unutk membebaskan pantai dari pasukan Pattimura sehingga pasukannya dapat mendarat dengan aman. Buyskes kemudian menurunkan pasukan infanteri. Pasukan itu diperintahkan untuk langsung ke arah benteng dan menjepit kedudukan pasukan Pattimura.
Pattimura sudah membaca taktik Belanda. Ia memerintahkan pasukannya untuk segera mengosongkan benteng Duurstede. Pasukannya diperintahkan untuk mengambil posisi yang strategis diluar benteng. Ternyata untuk merebut benteng Duurstede tidaklah mudah. Berbulan-bulan pertempuran berlangsung. Pada awal Agustus, pasukan Belanda bisa menduduki kembali benteng Duurstede tanpa ada perlawanan dari pasukan Pattimura, karena benteng itu memang sudah dikosongkan.
Namun, biaya peperangan itu sangat besar. Korban di kedua belah pihak tidaklah sedikit. Perebutan benteng itu dianggap sesuai dengan namanya. Duurstede berasal dari bahasa Belanda yang berarti ‘’kota yang mahal’’. Duur artinya mahal, Stede artinya kota.
Permulaan bulan September, bala bantuan dari Ambon datang ke Saparua di bawah pimpinan Kapten Lisnet. Kedudukan Belanda di Saparua semakin kuat. Pada 8 November, Belanda menduduki Porto dan Haria. Kemudian Tiow, Siri Sori, Ulat dan Ow.
Keberhasilan merebut benteng Duurstede membuat Belanda lengah. Tiba-tiba, Belanda dikejutkan tewasnya Letnan Van Guericje serta beberapa anak buahnya di luar benteng. Letnan dari pasukannya tewas ditembak peluru pasukan Pattimura.
Akhirnya, Belanda menyusun akal liciknya, yaitu taktik adu domba. Taktik ini bertujuan untuk menjatuhkan perlawanan-perlawanan rakyat dengan cara memecah belah para pemimpinnya. Belanda membujuk beberapa orang Maluku untuk bekerja sama. Belanda berhasil membujuk salah satu kepala negara di Maluku.
Darinya, Belanda mengetahui tempat persembunyian Pattimura. Sebenarnya pembocoran informasi ini sangat berbahaya bagi perjuangan Kapiten Pattimura. Tugas penyergapan diberikan kepada Letnan Pieters.
Rakyatnya Nusalaut menyerah pada 10 November 1817, setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu ditangkap. Pada 13 November 1817, Pieters berhasil menangkap Pattimura di Siri Sori. Pattimura dan rekan-rekannya tertangkap dan dibawa ke Saparua. Dari Saparua, Pattimura dibawa ke Ambon dengan kapal Eversten.
Pattimura, Anthony Ribok, Philip Latumahina, Said Perintah, Paulus Tijahahu, dan Ulupaja dijatuhi hukuman gantung. Sedangkan Christina Martha Tiahahu meninggal diatas kapal dalam pelayaran pembuangannya ke pulau jawa dan jasadnya dilepaskan ke Laut Banda.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh Pattimura dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Berkali-kali, Belanda membujuk Pattimura agar mau bekerja sama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung. Ternyata, Pattimura memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa darpada hidup bebas sebagai pengkhianat.
Ulupaha digantung terlebih dahulu. Belanda masih berusaha membujuk Pattimura untuk bekerja sama. Namun, Pattimura tetap menolak. Pada 16 Desember 1817, Pattimura menuju tiang gantungan bersama rekan-rekannya di depan benteng Victoria, Ambon. Mula-mula Philip Latumahina, lalu Anthony Ribok, kemudian Said Parintah dan Paulus Tijahahu. Terakhir adalah Pattimura. Dengan tenang, ia mengalungkan sendiri tali jerat ke lehernya. Lalu, Pattimura bicara dengan lantang, ‘’Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan. Tetapi sekali waktu, Pattimura-Pattimura muda akan bangkit. Selamat tinggal saudara.’’
Kapiten Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya, ia meninggalkan pesan kepada pewaris bangsa ini agar jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara.
Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Thomas Matulessy diangkat menjadi Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia. Selain itu, Kapiten Pattimura diabadikan sebagai nama jalan.
SELESAI
Sumber :
Buku
Deddy Arman. 1983. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: PT Garuda Metropolitan Press.
Hardjana. HP,. Tt. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: Grasindo
Y. B. Sudarmanto. 1996. Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo
2001. Ensiklopedi Anak Nusantara
Internet
htpp://mycityblogging.com/ambon/2008/07/09/menyusuri-sejarah-maluku/
Penyusun : Sherly
Proofreader : Meidi F.
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Cetakan 1, April 2010
Diterbitkan oleh Penerbit Bee Media Indonesia
Jln. Kebon Nanas Selatan VII No. 40 Jakarta 13340
Telefaks (021) 8516386
e-mail : bee_media@yahoo.com
ilustrasi isi & sampul : M. Isnaeni, dkk.
Layouter : Ujang Dodi
Desain sampul : BMKreatifa
Bee Media Indonesia
Jln. Kebon Nanas Selatan VII No. 40 Jakarta 13340
Telefaks (021) 8516386
e-mail : bee_media@yahoo.com
No comments:
Post a Comment