Sambungan ........ keluarga yang anti-Belanda.
Pada tahun 1798, Belanda yang kalah perang di Eropa harus menyerahkan daerah jajahannya, termasuk Maluku kepada Inggris. Di tangan Inggris, rakyat Maluku memiliki harapan yang sangat besar, biarpun Inggris masih termasuk penjajah, tetapi yakin Inggris tidak akan sekejam Belanda.
Pada tahun 1798, Belanda yang kalah perang di Eropa harus menyerahkan daerah jajahannya, termasuk Maluku kepada Inggris. Di tangan Inggris, rakyat Maluku memiliki harapan yang sangat besar, biarpun Inggris masih termasuk penjajah, tetapi yakin Inggris tidak akan sekejam Belanda.
‘’Kita
sangat yakin! Maluku di tangan Inggris pasti akan maju!’’ kata seorang tokoh
Maluku didepan rakyat Maluku.
Harapan
rakyat Maluku terhadap Inggris terbukti. Inggris menerapkan sistem pemerintahan
tidak langsung di Maluku. Rakyat tidak memahami tekanan monopoli, kerja rodi,
pemindahan penduduk, pajak tanah, pelayaran Hongi, dan lain-lain yang pernah
dilakukan Belanda di Maluku.
Pada
permulaan tahun 1800 Inggris mulai menyerang dan menguasai wilayah-wilayah kekuasaan
Belanda. Wilayah Indonesia menjadi daerah jajahan East Indian Company (EIC),
badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta, yang dipimpin oleh Gubernur
Jendral Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia, Lord Minto mengangkat Thomas
Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan dengan pangkat Letnan Gubernur
Jenderal. Pada tahun 1810 Inggris menguasai Maluku dengan menempatkan seorang
resimen jenderal bernama Bryant Martin.
Ketika
awal Inggris menduduki Maluku, Inggris berniat memperkokoh kedudukannya sebagai
penjajah di Maluku dan membuka lowongan untuk posisi tentara. Kesempatan Thomas
Matulessy untuk menjadi seorang serdadu akhirnya terbuka. Ia langsung diterima
setelah mendaftarkan diri. Dalam latihannya, ternyata Thomas telah menarik
perhatian Komandan Inggris.
Setelah
kurang lebih 18 tahun menguasai Maluku, akhirnya Inggris menyerahkan Maluku
kepada Belanda sesuai dengan konvensi London tahun 1814. Konvensi tersebut
memutuskan bahwa Inggris harus menyerahkan kembali seluruh jajahan Belanda
kepada pemerintahan Belanda. Maka pada tahun 1817 Belanda mengatur kembali
kekuasaannya di Maluku.
Pengembalian
Maluku dari tangan Inggris kepada Belanda dihadiri pula oleh para raja dan
patih dari saparua dan Nusalaut yang diundang ke benteng Duurstede. Sebenarnya
kedatangan kembali Belanda ke Maluku ditentang habis-habisan oleh para raja,
patih, tokoh, dan rakyat Maluku, hal ini disebabkan karena kondisi politik,
ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama masa penjajahan Belanda
dahulu.
Setelah
kembali ke Maluku, Belanda bahkan lebih kejam. Belanda menerapkan kebijakan
politik monopoli, pajak atas tanah (Landrente), pemindahan penduduk serta
pelayaran Hongi (Hongi Tochten). Pelayaran Hongi adalah pelayaran yang diadakan
oleh VOC setiap setahunnya dengan menggunakan kora-kora untuk berpatroli ke
pulau Manipa, seram, dan Buru untuk mengawasi daerah yang dilarang menghasilkan
cengkeh. Pelayaran Hongi ini menyebabkan banyak rakyat Maluku sebagai pendayung
mati kelaparan dan dibunuh VOC.
Belanda
mengabaikan Traktat London 1 antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa
Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan korps Ambon
dengan Gubernur. Dalam perjanjian tersebut juga tercantumkan dengan jelas bahwa
jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu Ambon harus
dibebaskan dan berhak untuk memilih memasuki dinas militer pemerintah baru atau
keluar dari dins militer. Akan tetapi, dalam praktinya pemindahan dinas militer
ini dipaksakan. Thomas akhirnya memilih keluar dari kemiliteran dengan jabatan
terakhir sebagai sersan.
Masa
peralihan ini adalah masa yang sulit bagi Belanda, karena Belanda harus
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memperkokoh kekuasaannya kembali.
Padahal, keadaan perekonomian Belanda sejak perang Eropa membuat Belanda
sengsara.
Untuk
mengurus pengembalian itu, dikirmlah komisi jenderal yang terdiri dari Van der
Capellen, Elout, dan Buyskes (1816). Tugas komisi jenderal itu sangat berat,
yaitu memperbaiki sistem pemerintahan dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini
bertujuan agar dapat mengembalikan utang-utang Belanda yang cukup besar akibat
perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi Napoleon maupun perang-perang
yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Indonesia.
Tokoh-tokoh
Maluku yang melihat kesulitan Belanda berpikir bahwa itulah saat yang tepat
untuk mengusir penjajah. Maka terjadilah pemberontakan dimana-mana. Sayangnya,
pemberontakan yang dilakukan oleh parah tokoh Maluku itu masih bersifat
sendiri-sendiri, belum ada persatuan sehingga menyebabkan pemberontakan itu
sangat mudah dipadamkan oleh Belanda.
Namun,
perjuangan tokoh-tokoh Maluku itu tidak sia-sia. Mereka telah membakar semangat
juang rakyat Maluku.
Ketika
Van Middelkoop diangkat sebagai gubernur secara resmi di Ambon. Api perlawanan
rakyat Maluku makin menyala-yala. Apalagi setelah itu Gubernur Van Middelkoop
yang merasa wibawa Belanda di depan rakyat Maluku masih tinggi berani mengeluarkan
perintah-perintah baru, yaitu rakyat harus menebang pohon-pohon yang akan diekspor
melalui pelabuhan Amon.
Untuk
mengangkat pohon-pohon itu ke Ambon, rakyat diharuskan untuk membuat orambai-orambai
baru dengan imbalan yang sangat jauh dibawah semestinya. Perintah-perintah
diberikan Belanda disertai dengan ancaman. Residen Van de Berg, yang waktu itu
berkedudukan di Saparua memaksakan pelaksanaan perintah Gubernur kepada rakyat
dengan tangan besi.
Melihat
tindakan Belanda itu, diam-diam para raja, patoh, dan pemimpin rakyat berkumpul
di hutan Waehaum dan sepakat untuk mengumumkan Proklamasi Haria. Isi proklamasi
itu mengenai beberapa situasi ketidakadilan pemerintah Belanda. Ketidakadilan
itu tampak dalam pemaksaan pemuda-pemuda untuk menjadi tentara dan dikirim ke
Batavia. Pekerjaan yang menyita waktu yang tidak mendapatkan upah yang
sewajarnya. Rakyat harus menyerahkan ikan asin, daging ayam, kopi, dan minyak
goreng kepada Belanda dengan harga yang rendah bahkan sering tidak dibayar.
Mereka juga masih harus kerja rodi, menanam pohon pala dan membuat garam.
Keadaan
itulah yang menyebabkan rakyat Maluku melakukan peperangan melawan Belanda yang
dimulai pada 15 Mei 1817. Perang itu merupakan perang rakyat menentang
kesewenang-wenangan dan kezaliman Belanda.
‘’Dalam
peperangan nanti. Kita butuh seorang pemimpin. Apakah ada yang mencalonkan diri
atau mengusulkan calon?’’ kata pemimpin rapat.
‘’Bagaimana
kalau Thomas saja?’’ tanya salah seorang anggota rapat.
‘’Iya,
Thomas saja!’’ kata yang lainnya.
‘’Ia
mantan sersan,’’ kata yang lainnya lagi.
‘’Hidup
Thomas! Hidup Saparua! Hidup Maluku! Merdeka!’’ teriak salah seorang anggota
rapat sambil mengacung-acungkan senjatanya.
Proklamasi
Haria juga memberi pengakuan secara hukum atas kepemimpinan Thomas Matulessy
sebagai Kapiten atau pemimpin dan
panglima perang dengan gelar Pattimura. Pengangkatan kepemimpinan itu
didasarkan pada pengalaman dan sifat ksatria (kabaresi) yang dimiliki Thomas.
Thomas menerima pengangkatan itu dengan penuh rendah hati dan rasa kesadaran
serta tanggung jawab yang tinggi. Ia segera membentuk barisan dan mengatur
strategi perjuangan bersama tokoh-tokoh lainnya. Jika ada para tokoh yang
berkhianat, maka Thomas akan berlangsung bertindak tegas menghukum mereka.
Thomas
yang sudah diangkat menjadi Kapiten segera mengirim surat kepada Van de Berg.
Isi suratnya (kurang lebih) adalah’’... kami telah bersatu untuk tidak tunduk
lagi kepada perintah-perintah Anda. Sebab, Anda telah menindas dan memaksa
rakyat tidak pernah diberi upah sedikit pun untuk pekerjaan yang dipaksakan
kepada mereka...’’
Namun,
Belanda tetap berhasil memaksakan pelaksanaan perintah Gubernur Van Middelkoop
dengan mengancam rakyat dan hukuman yang berat. Para patih, raja, kapiten,
petua adat, dan rakyat pun mengadakan rapat umum dan mengambil keputusan yang
berani. Orambai-orambai pesanan Belanda disita, semua perintah Van de Berg
ditolak. Akibatnya pengiriman kayu di Ambon tertunda. Van de Berg pun kaget.
Sikap yang ditunjukkan rakyat itu sangat diluar dugaannya.
Pada 15
Mei 1817, pemberontakan terhadap Belanda di Pulau Saparua terjadi. Pemberontakan
itu dipimpin langsung oleh Pattimura. Mula-mula, mereka menghancurkan dan
membongkar perahu milik Belanda, orambai pos (pos Porto) yang hendak membawa
kayu bahan bangunan. Dengan senjata yang sederhana, pasukan Pattimura menuju
Porto.
Van de
Berg segera mengutus seorang utusan ke Gubernur untuk melaporkan mengenai
pemberontakan di Saparua, tetapi utusan itu mengalami nasib yang tidak baik.
Rakyat Maluku mengecap utusan itu sebagai pengkhianat perjuangan dan
menghukumnya.
Perubahan
suasana di Maluku terjadi dengan cepat. Maluku telah menjadi panas. Van de Berg
gelisah. Utusan yang dikirim tidak kunjung datang. Sedangkan tumpukan kayu
balik tetap tertimbun di Saparua.
Akhirnya,
Van de Berg memutuskan untuk turun tangan sendiri. Tanpa pasukan yang menemaninya,
Van de Berg menginap di rumah Raja Porto yang dianggap aman olehnya. Tujuan
kedatangan Van de Berg ke Porto untuk membujuk rakyat agar tidak meneruskan
pemberontakan. Kehadirannya yang telah tercium oleh rakyat, bagaikan pucuk
dicinta ulam pun tiba oleh mereka. Kediaman Raja Porto pun dikepung oleh
rakyat.
Keangkuhan
Van de Berg tiba-tiba sirna seketika itu juga. Rasa takutnya membuat dirinya
tidak memiliki perasaan malu lagi. Ia mengiba-iba seperti pengemis kepada
seorang tokoh agama untuk mencari selamat. Dengan cara yang cerdik, ia berhasil
mengirim pesan ke komandan benteng Duurstede untuk meminta pertolongan.
Bersambung
Sumber :
Sumber
Informasi
Buku
Deddy
Arman. 1983. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: PT Garuda
Metropolitan Press.
Hardjana.
HP,. Tt. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: Grasindo
Y.
B. Sudarmanto. 1996. Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf.
Jakarta: Grasindo
2001.
Ensiklopedi Anak Nusantara
Internet
htpp://mycityblogging.com/ambon/2008/07/09/menyusuri-sejarah-maluku/
Penyusun : Sherly
Proofreader : Meidi F.
Hak cipta dilindungi
undang-undang
All rights reserved
Cetakan 1, April 2010
Diterbitkan oleh Penerbit Bee
Media Indonesia
Jln. Kebon Nanas Selatan VII
No. 40 Jakarta 13340
Telefaks (021) 8516386
e-mail : bee_media@yahoo.com
ilustrasi isi & sampul :
M. Isnaeni, dkk.
Layouter : Ujang Dodi
Desain sampul : BMKreatif
No comments:
Post a Comment