Thursday, September 7, 2017

KAPITEN PATTIMURA (Part II)


Sambungan ........ keluarga yang anti-Belanda.

Pada tahun 1798, Belanda yang kalah perang di Eropa harus menyerahkan daerah jajahannya, termasuk Maluku kepada Inggris. Di tangan Inggris, rakyat Maluku memiliki harapan yang sangat besar, biarpun Inggris masih termasuk penjajah, tetapi yakin Inggris tidak akan sekejam Belanda.
          ‘’Kita sangat yakin! Maluku di tangan Inggris pasti akan maju!’’ kata seorang tokoh Maluku didepan rakyat Maluku.
          Harapan rakyat Maluku terhadap Inggris terbukti. Inggris menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung di Maluku. Rakyat tidak memahami tekanan monopoli, kerja rodi, pemindahan penduduk, pajak tanah, pelayaran Hongi, dan lain-lain yang pernah dilakukan Belanda di Maluku.
          Pada permulaan tahun 1800 Inggris mulai menyerang dan menguasai wilayah-wilayah kekuasaan Belanda. Wilayah Indonesia menjadi daerah jajahan East Indian Company (EIC), badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta, yang dipimpin oleh Gubernur Jendral Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia, Lord Minto mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal. Pada tahun 1810 Inggris menguasai Maluku dengan menempatkan seorang resimen jenderal bernama Bryant Martin.
          Ketika awal Inggris menduduki Maluku, Inggris berniat memperkokoh kedudukannya sebagai penjajah di Maluku dan membuka lowongan untuk posisi tentara. Kesempatan Thomas Matulessy untuk menjadi seorang serdadu akhirnya terbuka. Ia langsung diterima setelah mendaftarkan diri. Dalam latihannya, ternyata Thomas telah menarik perhatian Komandan Inggris.
          Setelah kurang lebih 18 tahun menguasai Maluku, akhirnya Inggris menyerahkan Maluku kepada Belanda sesuai dengan konvensi London tahun 1814. Konvensi tersebut memutuskan bahwa Inggris harus menyerahkan kembali seluruh jajahan Belanda kepada pemerintahan Belanda. Maka pada tahun 1817 Belanda mengatur kembali kekuasaannya di Maluku.


          Pengembalian Maluku dari tangan Inggris kepada Belanda dihadiri pula oleh para raja dan patih dari saparua dan Nusalaut yang diundang ke benteng Duurstede. Sebenarnya kedatangan kembali Belanda ke Maluku ditentang habis-habisan oleh para raja, patih, tokoh, dan rakyat Maluku, hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama masa penjajahan Belanda dahulu.
          Setelah kembali ke Maluku, Belanda bahkan lebih kejam. Belanda menerapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (Landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten). Pelayaran Hongi adalah pelayaran yang diadakan oleh VOC setiap setahunnya dengan menggunakan kora-kora untuk berpatroli ke pulau Manipa, seram, dan Buru untuk mengawasi daerah yang dilarang menghasilkan cengkeh. Pelayaran Hongi ini menyebabkan banyak rakyat Maluku sebagai pendayung mati kelaparan dan dibunuh VOC.
          Belanda mengabaikan Traktat London 1 antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan korps Ambon dengan Gubernur. Dalam perjanjian tersebut juga tercantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu Ambon harus dibebaskan dan berhak untuk memilih memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dins militer. Akan tetapi, dalam praktinya pemindahan dinas militer ini dipaksakan. Thomas akhirnya memilih keluar dari kemiliteran dengan jabatan terakhir sebagai sersan.
          Masa peralihan ini adalah masa yang sulit bagi Belanda, karena Belanda harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memperkokoh kekuasaannya kembali. Padahal, keadaan perekonomian Belanda sejak perang Eropa membuat Belanda sengsara.
          Untuk mengurus pengembalian itu, dikirmlah komisi jenderal yang terdiri dari Van der Capellen, Elout, dan Buyskes (1816). Tugas komisi jenderal itu sangat berat, yaitu memperbaiki sistem pemerintahan dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini bertujuan agar dapat mengembalikan utang-utang Belanda yang cukup besar akibat perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi Napoleon maupun perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Indonesia.


          Tokoh-tokoh Maluku yang melihat kesulitan Belanda berpikir bahwa itulah saat yang tepat untuk mengusir penjajah. Maka terjadilah pemberontakan dimana-mana. Sayangnya, pemberontakan yang dilakukan oleh parah tokoh Maluku itu masih bersifat sendiri-sendiri, belum ada persatuan sehingga menyebabkan pemberontakan itu sangat mudah dipadamkan oleh Belanda.
          Namun, perjuangan tokoh-tokoh Maluku itu tidak sia-sia. Mereka telah membakar semangat juang rakyat Maluku.
          Ketika Van Middelkoop diangkat sebagai gubernur secara resmi di Ambon. Api perlawanan rakyat Maluku makin menyala-yala. Apalagi setelah itu Gubernur Van Middelkoop yang merasa wibawa Belanda di depan rakyat Maluku masih tinggi berani mengeluarkan perintah-perintah baru, yaitu rakyat harus menebang pohon-pohon yang akan diekspor melalui pelabuhan Amon.
          Untuk mengangkat pohon-pohon itu ke Ambon, rakyat diharuskan untuk membuat orambai-orambai baru dengan imbalan yang sangat jauh dibawah semestinya. Perintah-perintah diberikan Belanda disertai dengan ancaman. Residen Van de Berg, yang waktu itu berkedudukan di Saparua memaksakan pelaksanaan perintah Gubernur kepada rakyat dengan tangan besi.
          Melihat tindakan Belanda itu, diam-diam para raja, patoh, dan pemimpin rakyat berkumpul di hutan Waehaum dan sepakat untuk mengumumkan Proklamasi Haria. Isi proklamasi itu mengenai beberapa situasi ketidakadilan pemerintah Belanda. Ketidakadilan itu tampak dalam pemaksaan pemuda-pemuda untuk menjadi tentara dan dikirim ke Batavia. Pekerjaan yang menyita waktu yang tidak mendapatkan upah yang sewajarnya. Rakyat harus menyerahkan ikan asin, daging ayam, kopi, dan minyak goreng kepada Belanda dengan harga yang rendah bahkan sering tidak dibayar. Mereka juga masih harus kerja rodi, menanam pohon pala dan membuat garam.
          Keadaan itulah yang menyebabkan rakyat Maluku melakukan peperangan melawan Belanda yang dimulai pada 15 Mei 1817. Perang itu merupakan perang rakyat menentang kesewenang-wenangan dan kezaliman Belanda.
          ‘’Dalam peperangan nanti. Kita butuh seorang pemimpin. Apakah ada yang mencalonkan diri atau mengusulkan calon?’’ kata pemimpin rapat.
          ‘’Bagaimana kalau Thomas saja?’’ tanya salah seorang anggota rapat.
          ‘’Iya, Thomas saja!’’ kata yang lainnya.
          ‘’Ia mantan sersan,’’ kata yang lainnya lagi.
          ‘’Hidup Thomas! Hidup Saparua! Hidup Maluku! Merdeka!’’ teriak salah seorang anggota rapat sambil mengacung-acungkan senjatanya.
          Proklamasi Haria juga memberi pengakuan secara hukum atas kepemimpinan Thomas Matulessy sebagai Kapiten atau pemimpin dan panglima perang dengan gelar Pattimura. Pengangkatan kepemimpinan itu didasarkan pada pengalaman dan sifat ksatria (kabaresi) yang dimiliki Thomas. Thomas menerima pengangkatan itu dengan penuh rendah hati dan rasa kesadaran serta tanggung jawab yang tinggi. Ia segera membentuk barisan dan mengatur strategi perjuangan bersama tokoh-tokoh lainnya. Jika ada para tokoh yang berkhianat, maka Thomas akan berlangsung bertindak tegas menghukum mereka.
          Thomas yang sudah diangkat menjadi Kapiten segera mengirim surat kepada Van de Berg. Isi suratnya (kurang lebih) adalah’’... kami telah bersatu untuk tidak tunduk lagi kepada perintah-perintah Anda. Sebab, Anda telah menindas dan memaksa rakyat tidak pernah diberi upah sedikit pun untuk pekerjaan yang dipaksakan kepada mereka...’’
          Namun, Belanda tetap berhasil memaksakan pelaksanaan perintah Gubernur Van Middelkoop dengan mengancam rakyat dan hukuman yang berat. Para patih, raja, kapiten, petua adat, dan rakyat pun mengadakan rapat umum dan mengambil keputusan yang berani. Orambai-orambai pesanan Belanda disita, semua perintah Van de Berg ditolak. Akibatnya pengiriman kayu di Ambon tertunda. Van de Berg pun kaget. Sikap yang ditunjukkan rakyat itu sangat diluar dugaannya.
          Pada 15 Mei 1817, pemberontakan terhadap Belanda di Pulau Saparua terjadi. Pemberontakan itu dipimpin langsung oleh Pattimura. Mula-mula, mereka menghancurkan dan membongkar perahu milik Belanda, orambai pos (pos Porto) yang hendak membawa kayu bahan bangunan. Dengan senjata yang sederhana, pasukan Pattimura menuju Porto.
          Van de Berg segera mengutus seorang utusan ke Gubernur untuk melaporkan mengenai pemberontakan di Saparua, tetapi utusan itu mengalami nasib yang tidak baik. Rakyat Maluku mengecap utusan itu sebagai pengkhianat perjuangan dan menghukumnya.
          Perubahan suasana di Maluku terjadi dengan cepat. Maluku telah menjadi panas. Van de Berg gelisah. Utusan yang dikirim tidak kunjung datang. Sedangkan tumpukan kayu balik tetap tertimbun di Saparua.
          Akhirnya, Van de Berg memutuskan untuk turun tangan sendiri. Tanpa pasukan yang menemaninya, Van de Berg menginap di rumah Raja Porto yang dianggap aman olehnya. Tujuan kedatangan Van de Berg ke Porto untuk membujuk rakyat agar tidak meneruskan pemberontakan. Kehadirannya yang telah tercium oleh rakyat, bagaikan pucuk dicinta ulam pun tiba oleh mereka. Kediaman Raja Porto pun dikepung oleh rakyat.
          Keangkuhan Van de Berg tiba-tiba sirna seketika itu juga. Rasa takutnya membuat dirinya tidak memiliki perasaan malu lagi. Ia mengiba-iba seperti pengemis kepada seorang tokoh agama untuk mencari selamat. Dengan cara yang cerdik, ia berhasil mengirim pesan ke komandan benteng Duurstede untuk meminta pertolongan.



Bersambung
Sumber :


Sumber Informasi

Buku
Deddy Arman. 1983. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: PT Garuda Metropolitan Press.
Hardjana. HP,. Tt. Seri Pahlawan Nasional: Kapiten Pattimura. Jakarta: Grasindo
Y. B. Sudarmanto. 1996. Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo
2001. Ensiklopedi Anak Nusantara
Internet
htpp://mycityblogging.com/ambon/2008/07/09/menyusuri-sejarah-maluku/

 

Penyusun : Sherly
Proofreader : Meidi F.

Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved

Cetakan 1, April 2010

Diterbitkan oleh Penerbit Bee Media Indonesia
Jln. Kebon Nanas Selatan VII No. 40 Jakarta 13340
Telefaks (021) 8516386

ilustrasi isi & sampul : M. Isnaeni, dkk.
Layouter : Ujang Dodi
Desain sampul : BMKreatif

No comments:

Video Of Day

Ai Ngam Sorngai - Keieesche Legenden

AI NGAM SORNGAI Tomat wat ain, meman Watwarin, ni an hir neyan. Leran hir neyan ertar nur taw enfit, for erba enluruk...

Followers